^_^

Assalaamu`alaikum... ^_^








Rabu, 04 Februari 2009

Unsur-unsur Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

Persoalan pendidikan dasar dan menengah di Indonesia dewasa ini sangat kompleks. Permasalahan yang besar antara lain menyangkut soal mutu pendidikan, pemerataan pendidikan dan manajemen pendidikan.
Dampak dari persoalan pendidikan di Indonesia dapat dilihat dari hasil pendidikannya berupa hasil UAN pada sekolah dasar, menengah dan atas. Terkait dengan mutu pendididkan adalah masalah mengenai kurikulum, proses pembelajaran, evaluasi, buku ajar, mutu pendidikan.
 Mutu pendidikan yang diharapkan hadir dengan baik berakibat buruk bagi peserta didik yang harus selalu mengikuti pergantian kurikulum tanpa adanya proses yang lebih baik. Sehingga semua unsur-unsur yang terkait dalam mutu pendidikan tidak berubah sepanjang kurikulum terus berkembang.
Akibat yang ditimbulkan adalah keterbelakangan ilmu pengetahuan yang diperoleh sehingga membuat proses pengembangan di Indonesia terhambat dan tidak sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan pemerintah.
Termasuk persoalan pemerataan pendidikan adalah masih banyak anak umur sekolah yang tidak dapat menikmati pendidikan formal di sekolah. Padahal program pemerintah mewajibkan setiap warga negaranya untuk melaksanakan wajib belajar 9 tahun. Ini juga disebabkan oleh persoalan manajemen yang menyangkut segala pengaturan pendidikan.
Dalam kondisi mutu pendidikan yang sedang mengalami keterpurukan, semua pihak yang berwenang dalam pengelolaan pendidikan berusaha mencari jawaban tentang suatu pertanyaan besar “factor-faktor yang menyebabkan mutu pendidikan kita mengalami penurunan“. Dari pertanyaan tersebut diharapkan dapat diperoleh masukan untuk menyusun suatu rancangan yang konprehensif untuk mengatasi masalah mutu pendidikan secara konsepsional dan operasional di Indonesia yang memiliki keterbatasan dalam bidang pemenuhan pendidikan.
 Akhirnya peranan lembaga pendidikan sebagai produsen tenaga kerja yang berkualitas dapat dipenuhi sesuai dengan tuntutan akunbilitas pendidikan. Apabila adanya keistimewaan tiap daerah untuk memperoleh pendidikan yang merata, seperti otonomi pendidikan, birokrasi dan transparansi kualitas dan pemerataan pendidikan dapat terselesai dengan baik.


BAB II
UNSUR-UNSUR PENDIDIKAN

1.Kurikulum
Kurikulum merupakan suatu program pendidikan yang berisikan beberapa bahan ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan dan dirancangkan secara sistematis atas dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi tenaga kerja kependidikan (guru) dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.
Didalam kurikulum ini kemampuan (kecerdasan dan ketrampilan), pengetahuan, dan sikap dirumuskan dalam tujuan-tujuan pendidikan. Kurikulum ini mengenal berbagai tingkatan tujuan pendidikan instutional (tujuan yang secara umum dicapai oleh keseluruhan program sekolah tersebut), tujuan kulikuler (tujuan yang pencapaiannya dibebankan kepada program suatu bidang pelajaran), dan tujuan instruksional (tujuan yang pencapaiannya dibebankan kepada suatu program pengajaran suatu bidabg pelajaran). Makin kecil suatu bidang pelajaran makin khusus suatu rumusan tujuan.
Agar maksud penyusunan rencana kegiatan belajar yan fungsional dan efektif tercapai, kurikulum ini mengharuskan setiap guru untuk menggunakan teknik penyusunan program pengajaran yang dikenal dengan PPSI (prosedur pengembangan sistem instruksional).
Selanjutnya dinyatakan bahwa “kurikulum ini menganut pendekatan yang berorientasi kepada tujuan, harus mengetahui secara jelas tujuan yang harus dicapai oleh peserta didik di dalam menyusun rencana kegiatan belajar mengajar dan membimbing peserta didik untuk melaksanakan rencana tersebut. Kurikulum ini menganut pendekatan integratif, dalam arti setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang tercapainya tujuan yang lebih akhir.”
Dari pernyataan diatas jelas kita lihat bahwa kurikulum 1975 menggunakan prinsip-prinsip yang sesuai dengan teknologi pendidikan pelajaran harus berorientasi pada tujuan, dan tujuan harus jelas. Kurikulum disusun berdasarkan analisis tujuan pendidikan nasional menjadi tujuan institusional dn selanjutnya tujuan kurikuler dan tujuan instruksional. Berdasarkan tujuan kurikuler dan tujuan instruksional disususlah pokok bahasan. Analisis tujuan pendidikan nasional menghasilkan secara hirarkis tujuan-tujuan yang lebih khusus sampai kepada tujuan instruksional yang masih bersifat umum (TIU).
Kurikulum di Indonesia selalu mengalami perkembangan namun pada kenyataannya kurikulum tersebut belum sepenuhny dilaksanakan, sehingga mutu ddan tujuan pendidikan yang diinginkan belum tercapai.

2. Isi Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar yang bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu system pendidikan nasional yang diatur dalam Undang-Undang RI No 2 Tahun 1989. dalam UU ini telah dirumuskan tujuan pendidikan nasional sebagai suatu cita-cita bagi segenap bangsa Indonesia. Intisari dari tujuan pendidikan nasional itu adalah untuk membentuk manusia Indonesia yang “paripurna” dalam arti selaras, serasi dn seimbang dalam pengembangan jasmani dan rohani.
Dalam Undang-Undang RI No 2 Tahun 1989 BAB IX pasal 39,
 Ayat 1 disebutkan “isi kurikulum merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaran tujuan satuan pendidikan yang bersngkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.”
Kemudian dalam ayat 2 disebutkan bahwa isi setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat pendidikan Pancasila, pendidikan agama, dan pendidikan kewarganegaraan.
Sedangkan dalam ayat 3 disebutkan bahwa isi kurikulum pendidikan dasar memuat sekurang-kurangnya bahan kajian dan pelajaran tentang pendidikan Pancasila, pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa Indonesia, membaca dan menulis, matematika, pengantar sains dan teknologi, ilmu bumi, sejarah nasional dan sejarah umum, kerajinan tangan dan kesenian, pendidikan jasmani dan kesehatan, menggambar, dan bahasa Inggris.
Namun pada beberapa bidang studi yang diprogramkan pemerintah yang harus dicapai tidak terealisasi dengan baik. Kebanyakan peserta didik terutama di daerah-daerah terpencil kurang mendapatkan materi atau bahan ajar yang seharusnya diberikan oleh tenaga kependidikan, akan tetapi tenga kependidikan tersebut tidak mampu memberikan bahan ajar yang telah disepakati menjadi standar oleh pemerintah.

3. Proses Pembelajaran dan Evaluasi
Proses belajar mengajar merupakan inti dari kegiatan pendidikandi sekolah. Agar tujuan pendidikan dan pengajaran berjalan dengan benar, maka perlu pengadministrasian kegiatan-kegiatan belajar mengajar yang sering disebut administrasi kurikulum. Bidang pengadministrasian ini sebenarnya merupakan pusat dari semua kegiatan di sekolah. (M.Moh Rifai 1986 hal 114)
Dalam proses belajar mengajar seorang tenaga kependidikan harus mampu membuat suatu model pembelajaran baik itu metode, teknik, pendekatan, dan strategi untuk mempelancar proses belajar mengajar.
Belajar mengajar adalah kegiatan peserta didik dengan tenaga kependidikan untuk mencapai tujuan tertentu. Diduga, semakin jelas tujuan makin besar kemungkinan ditemukan metode penyampaian yang paling serasi. Namun tidak ada pegangan yang pasti tentang cara mendapatkan metode mengajar yang tepat. Tepat tidaknya suatu metode, baru terbukti dari hasil belajar peserta didik. Bila hasil belajar tercapai, dianggap bahwa telah terjadi proses belajar yang tepat.
Evaluasi merupakan pengumpulan kenyataan secara sistematis untuk menetapkan apakah dalam kenyataannya terjadi perubahan dalam diri peserta didik dan menetapkan sejauh mana tingkat perubahan dalam pribadi peserta didik. Tujuan dari evaluasi adalah untuk memperoleh kepastian mengenai keberhasilan belajar anak didik dan memberikan masukan kepada guru mengenai yang dia lakukan dalam pembelajaran, sedangkan fungsi dari evaluasi adalah :
1. Dengan mengadakan evaluasi guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi terhadap peserta didiknya
2. Apabila alat yang digunakan dalam evaluasi cukup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya guru akan mengetahui kelemahan siswa.
3. Untuk mengetahui sejauh mana, suatu program berhasil diterapkan.
Evaluasi diperlukan untuk mengadakan perbaikan tentang baik buruknya mutu pembelajaran yang telah dilaksanakan oleh tenaga kependidikan. Selajan dengan pengembangan kurikulum,tenaga kependidikan dapat memilih metode evaluasi yang akan digunakan, tetapi masih ada tenaga kependidikan yang menggunakan metode evaluasi yang tidak sesuiai dengan kurikulum yang sedang diberlakukan.

4. Kualitas Guru 
Guru adalah orang yang melaksankan pendidikan di tempat-tempat tertentu tidak mesti di lembaga pendididkan tetapi busa juga di mesjid, di surau atau mushalla, di rumah dan sebagainya.
Apabila seorang guru hanya mengetahui berbagai macam metode, mampu merencanakan dengan baik saja, memang belum menjamin kesuksesean seorang guru atau suatu tim pengajar di dalam menciptakan proses mengajar dan belajar atau proses interaksi edukatif yang baik. Salah satu faktor yang paling banyak berpengaruh adalah faktor guru itu sendiri.
Faktor-faktor yang melekat pada guru yang berpengaruh itu adalah:
1. Kepribadian
Termasuk di dalam tingkah laku, wibawa, karakter, dan lain-lain yang akan  
berpengaruh terhadap proses interaksi.
2. Penguasaan Bahan
Sukses atau tidaknya proses interaksi dengan baik akan terpengaruh juga oleh menguasai tidaknya seorang guru menguasai bahan (isi) pelajaran yang diberikan.
3. Penguasaan Kelas
Menguasai tidaknya suasana kelas dari seorang guru akan berpengaruhterhadap proses interaksi edukatif yang ada. Banyak terjadi keributan kelas, penuh ketegangan itu semua karena antara lain guru tidak menguasai kelas.
4. Cara Guru Berbicara
Cara guru berbicara atau berkomunikasi dengan murid sangat besar pengaruhnya terhadap hasil belajar. Ada guru yang berbicara gugup, terlalu cepat, terlalu lemah, atau diulang-ulang. Ini semua tentu akan berpengaruh terhadap komunikasi atau proses interaksi edukatif. Dengan demikian harus diusahakan agar berbicara yang mudah dipahamai oleh peserta didik.

5. Cara Menciptakan Suasana Kelas
Suasana kelas yang baik harus diciptakan oleh guru, agar terwujud interkasi edukatif yang baik. Misalnya dalm hal menempatkan murid di tempat duduknya,mengarahkan kegiatan belajar, membantu murid, menghargai sikap dan pendapatmurid, semuanya ini harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip individualitas.
6. Memperhatikan Prinsip Individualitas
Ini harus disadari sebab setiap murid mempunyai perbedaan kemampuan, perbedaan kecakapan, dan lain-lain. Menghadapi situasi seperti ini maka seorang guru jangan terlalu menyamakan kemampuan murid tersebut.
7. Akhirnya sebagai seorang guru yang baik, haruslah bersifat terbuka, mau bekerja sama, tanggap terhadap inovasi, serta mau dan mampu melaksanakan eksprimen-eksprimen dalam kegiatan mengajarnya.
Dewasa ini khususnya Indonesia, kualitas guru relaif rendah. Hal ini disebabkan karena penempatan penhyalah gunaan profesi yang tidak sesuai pada tempatnya. Dilihat dari kepribadian seorang tenaga kependidikan yang tidak memiliki karakter dan kewibawaan yang sesuai maka akan merdampak buruk bagi siswa dalam menunjang minat belajar peserta didik.
Menjadi guru menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat dan kawan-kawan (1992:41) tidak sembarangan, tetapi harus memenuhi beberapa persyaratan seperti di bawah ini:
1. Takwa kepada Allah SWT
Guru, sesuai dengan tujuan ilmu pendidikan Islam, tidak mungkin mendidik anak didik agar bertakwa kepad Allah, jika ia sendiri tidak bertakwa kepada-Nya. Sebab ia adalah teladan bagi anak didik anaknya sebagaimana Rasulullah saw.menjadi teladan bagi umatnya. Sejauhmana seorang guru mampu memberi teladan yang baik bagi semua anak didiknya, sejauh itu pulalah ia diperkirakan akan berhasil mendidik mereka agar menjadi generasi penerus bangsa yang baik dan mulia.
2. Berilmu
Ijazah bukan semata-mata secarik kertas, tetapi suatu bukti, bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan tertentu yang diperlukannyauntuk suatu jabatan.
Guru pun harus mempunyai ijazah agar ia diperbolehkan mengajar. Kecuali dalam keadaan darurat , misalnya jumlah anak didik sangat meningkat, sedang jumlah guru jauh dari mencukupi, mak terpaksa menyimpang untuk sementara, yakni menerima guru yang belum berijazah. Tetapi dalam keadaaan normal ada patokan bahwa makin tinggi pendidikan guru makin baik pendidikan dan gilirannya makin tinggi pula derajat masyarakat.
3. Sehat Jasmani
Kesehatan jasmani kerap kali dijadikan salah satu syarat bagi mereka yang melamar untuk menjadi guru. Guru yang mengindap penyakit menular, umpamanya, sangat membahayakan kesehatan anak-anak. Di samping itu, guru yang berpenyakit tidak akan bergairah mengajar. Kita kenal ucapan “mens sana in corpore sano”, yang artinya dalam tubuh yang sehat terkandung jiwa yang sehat. Walaupun pepetah itu tidak benar secara keseluruhan, akan tetapi kesehatan badan sangat mempengaruhi semangat bekerja. Guru yang sakit-sakitan kerapkali terpaksa absen dan tentunya merugikan anak didik.
4. Berkelakuan Baik
Budi pekerti guru penting dalam pendidikan watak anak didik. Guru harus menjadi teladan, karena anak-anak bersifat suka meniru. Di antara tujuan pendidikan yaitu membentuk akhlak yang mulia pada diri pribadi anak didik dan ini hanya mungkin bias dilakukan jika pribadi guru berakhlak mulia pula. Guru yang tidak berakhlak mulia ridak mungkin dipercaya untuk mendidik. Yang dimaksud dengan akhlak mulia dalam ilmu pendidikan Islam adalah akhlah yang sesuai dengan ajaran Islam, seperti dicontohkan oleh pendidik utama, Nabi Muhammad saw. Di antara akhlak mulia guru tersebut adalah mencintai jabatannya sebagai guru, bersikap adil terhadap semua anak didiknya, berlaku sabar dan tenang, berwibawa, gembira bersifat manusiawi, bekerjasama dengan guru-guru lain, bekerjasama dengan masyarakat

5. Sarana Dan Prasarana Sekolah
Sarana dan prasarana merupakan suatu media berbagai jenis komponen dalamlingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar contohnya buku, film, kaset. Namun media tidak hanya meliputi media komunikasi elektronik yang kompleks akan tetapi juga mencakup alat-alat sederhana, seperti: slide, fotografi, diagram dan bagan buatan guru, objek-objek nyata serta kunjungan keluar sekolah.
Dengan hubungannya dengan penggunaan media pada waktu pengajaran berlangsung setidak-tidaknya digunakan guru pada situasi sebagai berikut:
a. Bahan pengajaran yang dijelaskan giru kurang dipahami siswa. Dalam situasi ini sangat bijaksana apabila guru menampilkan media untuk memperjelas pemahaman siswa mengenai bahan pengajaran. Misalnya menyajikan bahan dalam bentuk visual melalui gambar, grafik, bagan atau model-model yang berkenaann dengan isi bahan pengajaran.
b. Terbatasnya bahan pengajaran. Tidak semua sekolah mempunyai buku sumber, atau tidak semua bahan pengajaran dalam buku sumber. Situasi ini menurut guru untuk menyediakan sumber tersebut dalam bentuk media. Misalnya peta atau globe dapat dijadikan sumner bahan belajar bagi siswa, demikian juga model, diorama, media grafis dan lain-lain.
c. Guru tidak bergairah untuk menjelaskan bahan pengajaran melalui penuturan kata-kata (verbal) akibat terlalu lelah disebabakan telah mengajar cukup lama. Dalam situasi ini guru dapat menampilkan media sebagai sumber belajar bagi siswa. Misalnya guru menampilkan bagan atau grafik dan siswa diminta memberi analisis atau menjelaskan apa yang tersirat dari gambar atau grafik tersebut, baik secara individual maupun secara kelompok.
d. Perhatian siswa terhadap pengajaran sudah berkurang akibat kebosanan mendengarkan uraian guru. Penjelasan atau penuturan secara verbal oleh guru mengenai bahan pengajaran biasanya sering membosankan apabila cara guru menjelaskannya tidak menarik. Dalam situasi ini tampilnya media akan mempunyai makna bagi siswa dalam menumbuhkan kembali perhatian belajar para siswa.
Hampir seluruh pelosok di daerah Indonesia pengaturan sarana dan prasarana pendidikan belum tersebr merata sehingga tidak terpacunya minat belajar peserta didik.

6. Buku Ajar
Buku ajar yang dimaksud disini adalah beberapa buku panduan yang digunakan oleh tenaga kependidikan dan peserta didik, tetapi tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan buku ajar yang lain.
Karena keterbatasan dana dan kekurangan transparasi pendidikan dari pemerintah untuk suatu daerah yang semestinya di berikan, sehingga menyebabkan peserta didik kekurangan buku pedoman dalam proses belajar mengajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar